
Selamat siang teman-taman.berhubung Harry potter and deathly Hallows part 1 udah mau diluncurin,yuk kita telusuri seluk beluk tentang keseriusan David Yates menggarap ini.
Asal Muasal
The Deathly Hallows dimunculkan dari sebuah cerita anak-anak yang pada awalnya dipandang tidak lebih dari sekedar cerita pengantar tidur atau mitos belaka. Namun lama kelamaan Harry terusik akan kemungkinan bahwa The Deathly Hallows adalah nyata, bahkan menyangkut kehidupannya sendiri. Lambang The Deathly Hallows seringkali ditemukan Harry, mulai dari buku cerita anak-anak warisan Dumbledore untuk Hermione, dikenakan oleh Xenophilius Lovegood, diceritakan oleh Viktor Krum berupa tanda yang dipakai Grindelwald, sampai-sampai Dumbledore di masa muda juga pernah berurusan dengan lambang ini. The Deathly Hallows terdiri dari 3 benda sihir, yaitu The Elder Wand, tongkat yang tak terkalahkan; The Stone of Resurrection, batu kebangkitan; dan Invisibility Cloak, jubah gaib yang dimiliki Harry sendiri.
Sebagai buku terakhir, tentu saja ini merupakan kisah penentuan yang mendebarkan tentang nasib Harry, akankah dia menang melawan Voldemort ataukah sebaliknya. Sementara itu di usia 17, Harry sudah dianggap sebagai penyihir dewasa dan tak dapat lagi terlindungi di rumah bibinya di Privet Drive. Memang seru sekali perburuan Harry oleh Voldemort ini. Sejak awal meninggalkan Privet Drive saja sudah ada battle menegangkan antara Harry yang dikawal oleh the Order of Phoenix dengan Voldemort dan Death Eaters-nya. Setelah itupun beberapa kali Harry sempat tertangkap basah dan tertawan oleh Death Eater. Pada saat itu Harry yang ditemani oleh Ron dan Hermione harus terus berpindah-pindah tempat persembunyian sekaligus berusaha mencari horcuxes Voldemort yang masih tersisa. Petualangan mencari dan menghancurkan Horcuxes ini seru dan menegangkan. Sampai-sampai Harry, Ron dan Hermione harus menyelundup ke Kementrian Sihir, ke Gringotts dan ke Hogwarts yang pada waktu itu juga sudah dikuasai Death Eater.
Di bab-bab agak akhir, kemurkaan Voldemort terhadap Harry semakin menjadi-jadi saat menyadari bahwa rahasia horcuxesnya telah diketahui Harry, sesuatu yang baginya sama sekali tak mungkin. Apalagi ternyata sebagian horcuxes yang tersembunyi itu telah ditemukan, bahkan dihancurkan. Sebelumnya Voldemort telah dibuat murka dengan kenyataan bahwa tongkatnya tak mampu mengungguli tongkat Harry. Dengan kenyataan ini, Voldemort akhirnya memburu Elder Wand, salah satu objek The Deathly Hallows. Puncak ketegangan battle antara Harry dan Voldemort terjadi di Hogwarts, di mana pada saat itu Harry menghadapi dilema, di satu sisi dia ingin ikut bertempur bersama para pembela Hogwarts melawan Death Eaters, sementara di sisi lain dia harus menemukan horcux keenam terlebih dahulu sebelum Voldemort datang dan berhadapan dengannya (padahal dia hanya punya sedikit waktu).
Pada akhirnya, Harry mendapat kenyataan bahwa dirinyalah horcux ketujuh. Sebagian jiwa Voldemort terdapat dalam dirinya. Lalu, apakah Harry tetap harus mengorbankan hidupnya demi melenyapkan Voldemort? Ataukah seperti kata ramalannya, “. . . and either must die at the hand of the other for neither can live while the other survives . . .”?
Kesan yang saya tangkap setelah membaca buku ini: seru, tegang, tapi kurang puas. Ada beberapa bagian yang menimbulkan pertanyaan yang belum terjelaskan. Misalnya, tentang nasib keluarga Dursley yang tidak disinggung-singgung lagi setelah mereka pergi dikawal oleh 2 orang penyihir. Atau tentang nasib Griphook setelah dia berhasil kabur dari Gringotts dan melarikan pedang Godric Gryffindoor saat ia bersekutu dengan Harry. Tentang pedang tersebut yang tiba-tiba bisa muncul dari Topi Seleksi saat diambil oleh Neville, dan sebagainya. Ada beberapa bagian cerita yang sudah dapat tertebak, ada juga yang mencengangkan.
Pesan moral yang hendak disampaikan Rowling lewat seri Harry Potter begitu mengena. Contohnya tentang kekuatan cinta, persahabatan, harapan, pengorbanan dan masih banyak lagi. Dan jika hikmah dari setiap detil kejadian yang ada di cerita Harry Potter ini dibedah, sesungguhnya bisa dikonotasikan dengan hal-hal yang ada di kehidupan nyata kita ini, meskipun setiap orang bisa saja berbeda dalam menyerap maknanya.